1. Pemmipin keturunan ( Pemimpin paksaan)
Seseorang dapat menjadi pemimpin dengan
berbagai cara. Ada yang karena keturunan
seperti raja-raja zaman dahulu atau kiai di pesantren. Ada yang karena dipilih menurut aturan
pemilihan tertentu, seperti Presiden.
Ada yang ditunjuk oleh penguasa yang lebih tinggi, seperti kepala kantor
di Indonesia. Ada yang begitu saja
tumbuh menjadi pemimpin, seperti kebanyakan pemimpin informal dalam masyarakat
pedesaan. Ada yang karena dipaksa oleh
keadaan yang mendesak, seperti para tokoh kemerdekaan di pelbagai negara ketika
terjadi perebutan kekuasaan.
2.
Pemimpin
resmi (pemimpin tidak resmi)
Pemimpin
resmi adalah pemimpin yang menduduki kursi kepemimpinan yang termasuk dalam
suatu lembaga tetap dalam masyarakat.
Presiden, menteri, gubernur, kepala desa, adalah contoh pemimpin resmi
dalam megara Indonesia. Mereka ini
mempunyai nama jabatan dan tugas tanggung jawab yang sudah dirumuskan dengan
tegas. Sedangkan pemimpin tidak resmi
adalah pemimpin yang tidak menduduki suatu tempat tertentu dalam kerangka
struktur kemasyarakatan. Mereka ini
tidak memiliki nama jabatan serta tidak dibebani tugas dan tanggung jawab yang
jelas. Namun daya kepemimpinannya terasa
dalam peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang penting. Mereka mampu menggerakkan dan mengarahkan
kegiatan sekelompok orang tertentu untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita
bersama.
3.
Pemimpin
ideologis ( pemimpin eksemplaris)
Kepemimpinan menyangkut tiga hal pokok: tujuan
dan cita-cita, organisasi kerja, dan kepribadian. Dalam diri seorang pemimpin ketiga hal itu
harus ada. Namun, ketiga unsur itu tidk
harus memiliki kekuatan yang sama. Ada
yang disebut sebagai pemimpin ideologis.
Pemimpin jenis ini mungkin tidak ahli dalam menyusun rencana kerja dan
pelaksanaannya. Mungkin juga dia tidak
memiliki pribadi yang mengesankan.
Namun, dia dianugerahi pikiran yang hidup. Otaknya penuh dengan gagasan-gagasan yang
bagus. Dia kaya dengan visi yang
tinggi-tinggi. Dan, hebatnya lagi, dia
mampu merumuskan gagasan dan visi itu secara tepat dan dapat
mengkomunikasikannya kepada para pengikutnya dengan cara yang memikat. Melalui gagasan dan visinya itu pemimpin
ideologis dapat mempengaruhi dan menggerakkan para pengikutnya. Bahayanya, pemimpin seperti ini mungkin dapat
berbicara tentang hal-hal yang muluk dengan cara yang menarik, namun pada
umumnya dia tidak mampu membantu para pengikutnya untuk mewujudkan
gagasan-gagasan tersebut. Pemimpin jenis
ideologis ini perlu didampingi oleh pembantu-pembantu yang mampu menangkap
gagasan-gagasan dan visi-visi pemimpin serta menyusun rencana kerja yang sesuai
untuk mewujudkan gagasan-gagasan tersebut.
4.
Pemimpin
organisatoris.
Pemimpin
jenis ini mungkin hanya mempunyai pikiran-pikiran yang sederhana dan tidak
fasih berbicara. Tetapi dia pandai
menggerakkan orang melalui kecakapan organisatorisnya. Dia dapat menyusun rencana kerja yang
jitu. Dia dapat mengatur kerja sama yang
efisien. Dia dapat menolong mereka yang
ada di bawah pimpinannya mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Berkat kecakapan organisatorisnya, pemimpin
ini berhasil menyatukan dan menggerakkan orang.
Bahayanya, pemimpin jenis ini dapat menjadi sedemikian sibuk dengan
organisasi, administrasi dan hasil kongkrit yang mau dicapai bersama sehingga
melupakan faktor manusia dan dimensi yang lebih luas dari tujuan dan cita-cita
yang ingin dicapai. Pemimpin
organisatori perlu didampingi dengan penasihat yang dapat menjadi sumber
inspirasi dan yang dapat menunjukkan secara lebih luas dan mendalam segi-segi
yang terkandung dalam tujuan dan cita-cita bersama itu.
5.
Pemimpin
karismatik.
Pemimpin
jenis ini mampu menggerakkan orang lain melalui kekuatan pribadinya. Entah apa sebabnya, kehadirannya selalu
menimbulkan pesona. Ada yang selalu
menarik pada dirinya. Karena tertarik
kepada pribadinya, orang mudah mengikutinya, mendengarkan nasihatnya dan
mentaati perintahnya. Bahayanya, karena
para pengikutnya lebih tertarik kepada pribadinya daripada apa yang
dikerjakannya demi tercapainya tujuan dan cita-cita bersama, usaha bersama mudah
menyimpang dari tujuan semula. Pemimpin
jenis ini membutuhkan pendamping yang dapat menjadi sumber gagasan dan pengatur
kerja dari usaha bersama itu.
6.
Pemimpin
eksemplaris
Pemimpin
jenis ini mungkin tidak memiliki gagasan-gagasan yang hebat, daya penggerak
masa yang dahsyat atau daya tarik pribadi yang aduhai. Tetapi di memiliki citra hidup yang menjadi
sumber pengaruh dan penggerak yang tidak dapat diragukan. Pemimpin ini mampu menciptakan irama dan gaya
hidup yang mengesankan. Dengan
menyaksikan gaya hidup pemimpin itu, orang lain merasa tergerak, ditarik dan
dibuat semangat, bukan menuju ke pribadi pemimpin itu melainkan kepada nilai
yang dihayatinya dan cita-cita yang melandasi hidupnya. Dengan praktek hidupnya, diam-diam orang itu
mengajak orang lain untuk menghayati dan mengejar nilai dan cita-cita hidup
yang bukan sembarangan. Dengan teladan
hidupnya, dia menjadi sumber dorongan dan semangat bagi orang-orang lain. Pemimpin eksemplaris, pemimpin teladan, memimpin
orang lain dengan hidupnya sendiri.
Idealnya,
setiap pemimpin harus memiliki keempat ciri itu. Setiap pemimpin harus mampu mempersatukan
keempat jenis kepemimpinan itu dalam dirinya.
Tetapi, dalam kenyataannya, hal yang ideal itu belum tentu dapat
terpenuhi. Oleh karena itu, apapun jenis
seorang pemimpin, dia harus menyadari kekuatan dan kelemahan yang ada pada
dirinya. Dia harus memanfaatkan apa yang
baik dalam dirinya demi tujuan dan cita-cita bersama. Namun sementara itu, dia harus sadar akan
kekurangannya dan harus melengkapi apa yang kurang dalam dirinya itu.
7.
Pemimpin
otokratis ( pemimpin demokratis)
Agar dapat
menjalankan tugasnya setiap pemimpin diberi wewenang atau kekuasaan. Berdasarkan wewenang itu seorang pemimpin
dapat membimbing, mengantar, mengarahkan, menyatukan dan menggerakkan para
pengikutnya menuju ke tujuan dan cita-cita bersama. Perbedaan cara penggunaan wewenang ini
menciptakan gaya kepemimpinan yang berlainan.
Pada dasarnya, kita mengenal tiga gaya kepemimpinan: gaya otokratis,
liberal, dan demokratis.
SUMBER : AKADEMI PIMPINAN PERUSAHAAN JAKARTA
SUMBER : AKADEMI PIMPINAN PERUSAHAAN JAKARTA